RSS

Sinetron dalam Industri Media Komunikasi

Dosen: Bpk. Iswandi Syahputra
Tanggal: Rabu, 27 April 2011

Televisi 
Stasiun televisi di Indonesia ada sejak berdirinya TVRI pada 1962 silam. Selama 27 tahun, penduduk Indonesia hanya bisa menyaksikan satu saluran saja. Namun pada tahun 1989, Pemerintah akhirnya mengizinkan RCTI sebagai stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, meski hanya penduduk yang mempunyai antena parabola dan dekoderlah yang dapat menyaksikan RCTI, walaupun pada akhirnya dibuka untuk masyarakat mulai tanggal 21 Maret 1992 di Bandung.

10 stasiun TV swasta yang bersiaran nasional (berjaringan):
1. antv
2. Global TV
3. Indosiar
4. MetroTV
5. MNCTV
6. RCTI
7. SCTV
8. Trans TV
9. Trans7
10. tvOne 

 Jumlah stasiun TV swasta lokal di Indonesia*:

•Jumlah stasiun TV lokal yang telah bersiaran 119.

•105 diantaranya adalah stasiun TV lokal yang telah mendapat IPP Prinsip.

•Sedangkan 14 lainnya adalah Stasiun TV lokal yang telah mendapat IPP Existing. 

•Jumlah pemohon TV swasta sampai Juli 2010 adalah 93 Pemohon yang tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia.

*Data sampai awal Juni 2010


Kehidupan kita sudah sangat terikat dengan kehadiran televisi. Televisi seolah tidak dapat lepas dalam kegiatan sehari-hari baik ketika sedang makan, kumpul keluarga dan lain-lain, seluruhnya hampir berhubungan dengan televisi. Televisi menjadi tempat kita mencari informasi, mencari referensi, mencari hiburan, dll. Masyarakat menaruh kepercayaan yang sangat besar pada televisi dalam mencari informasi yang pada kenyataannya televisi memiliki agenda tersendiri untuk memenuhi kepentingan pemiliknya sehingga tidak jarang informasi yang ditampilkan juga tidak objektif. Televisi juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penontonnya karena telah dianggap sebagai media terpercaya dalam memberi berbagai informasi. 

Pertumbuhan stasiun TV sangat pesat karena secara umum saat ini dunia berada dalam era teknologi informasi/komunikasi. Secara khusus, di Indonesia hal itu terjadi karena;
•Pasar penonton yang menjanjikan
•Cakupan wilayah yang luas
•Maraknya pertumbuhan Production House (kurang lebih sebanyak 250-an)
•Pola menonton masyarakat yang tidak sehat (Heavy Viewer)
 


Kondisi ini menimbulkan persaingan yang juga tidak sehat antara stasiun televisi. Para pemilik program televisi berlomba-lomba dalam mengejar rating yang tinggi sehingga berimplikasi pada keragaman acara. Televisi juga menjadi alat penopang kekuasaan ekonomi dan politik sehingga media sering kali berpihak pada pemilik yang lebih berkuasa dengan agenda setting untuk kepentingan-kepentingan politiknya. 

Rating 
Rating adalah evaluasi atau penilaian atas sesuatu. Rating merupakan data kepemirsaan televisi. Data merupakan hasil pengukuran secara kuantitatif. Jadi rating bisa dikatakan sebagai rata-rata pemirsa pada suatu program tertentu yang dinyatakan sebagai persentase dari kelompok sampel atau potensi total.

Pengertian yang lebih mudah, rating adalah jumlah orang yang menonton suatu program televisi terhadap populasi televisi yang di persentasekan. 


Data kepemirsaan TV itu dihasilkan berdasarkan survei kepemirsaan TV (TV Audience Measurement/ TAM). Di Indonesia survei kepemirsaan televisi kini diselenggarakan oleh AGB Nielsen Media Research (AGB NMR).

Pengoperasian dan prosedur standar survei kepemirsaan TV yang mengacu pada GGTAM harus melalui tujuh proses pokok yaitu:

1. TV Establishment Survey, menentukan populasi keluarga yang memiliki TV di 10 kota besar.

2. Pemilihan Panel, setiap panel memiliki karakteristik berbeda.

3. Metering Equipment (TVM-5) adalah pemasangan di rumah tangga panel.

4. Pengumpulan Data, data dapat dikumpulkan melalui 2 cara yaitu secara on line dan off line polling.

5. The Production (Pollux System) adalah saat  pemerosesan data.

6. TV Monitoring, data digabung dengan data monitoring program TV dan iklan.

7. Pengiriman Data (via Arianna), merupakan software yang harus dimiliki pelanggan yang dapat diakses setiap jam 10 pagi.


Cara kerja perhitungan rating televisi yaitu Nielsen memberikan panel (powermeter). Panel TAM di Indonesia saat ini mengukur 1.651 rumahtangga yang memiliki TV di 9 kota besar yaitu: Jakarta dan sekitarnya (Jabotabek), Surabaya dan sekitarnya (Gerbangkertasusila), Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Yogyakarta dan sekitarnya (DIY Yogya + Sleman & Bantul), Palembang dan Denpasar. Panel utama ini hanya mengukur kepemirsaan TV terrestrial. Terpisah dari panel utama ini di Jakarta, terdapat 150 panel rumahtangga yang berlangganan TV Kabel. (Pay TV panel).
Service: AGB Nielsen Media Researh memfokuskan layanan surveynya pada TAM (Survey Kepemirsaan Televisi) dan survey-survey lainnya yang berhubungan dengan Televisi.


Semua tayangan yang mendapat rating tinggi belum tentu memiliki kualitas tinggi menurut pemirsa (hasil penelitian Program Studi Televisi IKJ, 2006).

Sebaliknya, tidak semua tayangan yang kualitas tinggi memiliki rating yang tinggi, (hasil penelitian Yayasan SET, 2007)

Contoh tayangan dengan rating tinggi tapi kualitas rendah ; 

•Putri yang di Tukar (RCTI) 



•Uya Emang Kuya (SCTV) 


•OVJ (Trans 7)   

Contoh tayangan dengan kualitas tinggi tapi rating rendah ; 
•Kick Andy (Metro TV) 


•Oasis (Metro TV) 


  • Dunia Binatang (Trans 7)



Sinetron 
Sinema elektronik yang biasanya lebih sering disebut dengan sinetron merupakan serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan di stasiun televisi. Dalam bahasa Inggris, sinetron disebut soap opera (opera sabun), sedangkan dalam bahasa Spanyol disebut telenovela. Menurut hasil wawancara dengan Teguh Karya yang merupakan sutradara terkenal asal Indonesia, istilah yang digunakan secara luas di Indonesia ini pertama kali dicetuskan oleh Soemardjono, merupakan salah satu pendiri dan mantan pengajar Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Sinetron pada dasarnya hampir menyerupai cerita film-film pada umumnya yaitu bercerita tentang gambaran kehidupan sehari-hari seorang atau beberapa karakter utama dengan berbagai situasi yang digambarkan. Biasanya dimulai dengan pengenalan karakter utama lalu  mulai timbul permasalahan yang biasanya semakin lama semakin runyam hingga mencapai titik paling klimaks dari permasalahan yang pada akhirnya berakhir bahagia maupun sedih tergantung dari penulis skenario. 
Banyaknya episode biasanya tergantung dari rating sebuah sinetron, apabila rating tinggi maka biasanya sinetron menjadi beratus-ratus seri yang diputar hampir sepanjang tahun sedangkan sinetron dengan rating rendah biasanya akan berakhir cepat atau alur cerita dibuat hampir menyerupai alur sinetron lain yang memiliki rating tinggi pada masanya atau bisa juga sinetron dibuat tamat dan diganti dengan sinetron baru yang menyerupai alur sinetron dengan rating yang tinggi. Keseragaman cerita sering terjadi dalam sinetron bahkan dalam waktu yang bersamaan dan tidak jarang pula para pemain yang sama dipasangkan berulang-ulang dan sering dimunculkan dalam beberapa judul sinetron. 
Banyak orang yang mengeluhkan bahwa cerita yang semakin panjang dalam sinetron cenderung mengurangi kualitas cerita yang ada namun sayangnya tidak sedikit pula yang menikmati sinetron sebagai hiburan mereka sehari-hari yang seolah mulai kehilangan kualitas dalam membedakan film yang berguna dan tidak. 


McCombs dan Shaw (1972) menguji dasar teori Agenda Setting Media:
•Media massa mempengaruhi penilaian pemilih mengenai apa yang mereka pikir isu utama suatu kampanye Presiden di AS. 
Friming berita dan agenda setting dapat menentukan pilihan khalayak dalam pemilu Presiden di AS.
•Skema agenda setting media menjelaskan, melalui teknik friming, media massa dapat menciptakan dan menentukan berbagai agenda publik. Kebutuhan tersebut seakan-akan harus segera dipenuhi oleh negara (pemerintah).

 •Agenda media bermorfosis menjadi agenda publik. Pada titik ini, agenda media memiliki kekuatan membentuk opini publik.
•Opini publik memiliki kekuatan mendorong (mendesak) negara/pemerintah sebagai policy maker

•Kasus Prita Mulya Sari vs RS Omni International atau penahanan Bibit/Chandra membuktikan kekuatan agenda setting media.
 
Kritik terhadap Agenda Setting
Menurut Gene Burd, terdapat beberapa catatan penting buat penelitian agenda setting selama ini yaitu ; 
• Terlalu terpusat pada media massa. 
• Terlalu banyak mendasarkan pada model garis pertemuan produksi dan pembentuk pendapat publik. 
• Menggunakan media massa sebagai mesin pendidikan raksasa yang efektif untuk mensosialisasikan pada publik untuk menerima kebijakan yang dibuat oleh jurnalis. 
• Menganggap publik sebagi individu atomistik (homogen, masyarakat massa). 
• Komunikasi dilihat sebagai transmisi.

 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Komisi ini berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang bekerja di wilayah setingkat Provinsi. 

KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran(Pasal 7 UU 32/2002). Faktanya, KPI hanya mengurusi isi siaran. 
KPI memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi (Pasal 55 UU 32/2002) berupa :
–teguran tertulis;
–penghentian sementara
–pembatasan durasi dan waktu siaran;
–denda administratif;
–pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;
–tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran;
–pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. 
Faktanya: Tidak semua sanksi bisa diterapkan.  

 



Kesimpulan:

Apakah anda penggemar sinetron? sinetron Indonesia masih cenderung berisi adegan-adegan yang terkesan dipaksakan / kaku dan sarat dengan kekerasan baik verbal maupun non verbal. Adegan yang dibuat hampir memiliki kemiripan antar satu sinetron dengan lainnya sehingga tak jarang menimbulkan kebosanan. Inti cerita juga sering kali hanya berkisar percintaan, kekerasan, mistik dan seks yang mengandung pesan moral yang lemah atau bahkan tidak mengajarkan apa-apa sama sekali. Dalam beberapa tayangan yang tersegmen juga sering ditemukan materi-materi yang tidak sesuai dengan target penonton yang dituju, seperti misalnya tayangan yang bebau seks atau pornografi pada tayangan film anak. Para produser sering kali hanya mementingkan rating yang tinggi dan pemasukan tanpa batas dari sinetron sehingga sering kali tidak memperhatikan nilai-nilai penting dalam film. 
Sangat disayangkan dalam hal ini masyarakat Indonesia justru menyukai tayangan-tayangan sinetron yang menyajikan tontonan tanpa menggunakan otak. Masyarakat menjadi terbiasa karena pilihan yang serba terbatas sehingga sinetron mulai menjadi gaya hidup setiap kali menyetel televisi dan menjadikannya kewajaran bahwa tayangan yang menghibur adalah layaknya sinetron.


Source:
http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2010/05/13/siaran-lawak-di-televisi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Sinema_elektronik 
http://www.karawanginfo.com/wp-content/uploads/2009/12/Matikan-TV-Mu.jpg 
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_stasiun_televisi_di_Indonesia 
http://priyambodo.blogspot.com/2007/07/cara-kerja-perhitungan-rating-acara.html 
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Penyiaran_Indonesia 

0 comments:

Post a Comment

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates